SUMENEP, 17 Januari (Selaksa) – Beberapa hari lalu, Senin (13/01/2025), Pak Nurdin (50), salah seorang guru SMA di Desa Pajanangger, Kecamatan Arjasa, Sumenep mengalami hal yang mungkin tak pernah ia duga sebelumnya; diancam pakai parang dan motornya dibakar hingga hangus oleh seorang pemuda setempat berinisial AQ.
Namun, itu bukanlah satu-satunya kisah pilu yang dialami dalam hidupnya. Kisah hidup Pak Nurdin sebagai seorang guru bisa dibilang jauh dari kata layak. Hal itu minimal bisa dilihat dari rumah yang ia tinggali sehari-hari.
Rumah tempat Pak Nurdin tinggal di Dusun Sabuah, Desa Pajanangger tampak jauh dari kata mewah. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu, atapnya dari genteng yang mulai menua, dan pintunya berupa kayu seadanya.
Di dalamnya, terlihat barang-barang kebutuhan pokok, seperti panci, wajan, dan peralatan dapur lainnya menggantung tak tertata memenuhi dinding bambu rumah berukuran sekitar 3 x 3 meter.
Pak Nurdin sudah tinggal di rumah ini selama bertahun-tahun. Saat musim hujan tiba, Pak Nurdin tetap bertahan di gubuk itu meskipun atapnya bocor di sana-sini. Ia hanya mampu menambal kebocoran dengan terpal bekas.
Gubuk Pak Nurdin tidak memiliki kamar mandi. Untuk mandi, ia harus menumpang ke kamar mandi masjid yang terletak tak jauh dari rumahnya.
Meski hidup dalam serba kekurangan, gubuk milik Pak Nurdin tak pernah tersentuh bantuan pemerintah. Bahkan, ia tak pernah mendapatkan bantuan sosial, kecuali sekali menerima BLT sebesar Rp300.000 beberapa tahun silam.
“Seingat saya, hanya satu kali mendapatkan bantuan BLT senilai 300.000 rupiah. Itu beberapa tahun yang lalu,” ingatnya.
Selama ini, Pak Nurdin memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya dari upah menjadi guru yang jumlahnya tidak seberapa.
“Tidak sampai 1.000.000 perbulan Mas,” tuturnya.
Sejak peristiwa pengancaman dan motornya dibakar, Pak Nurdin sudah beberapa hari terakhir ini tidak mengajar. Tanpa kendaraan, ia tidak mampu menempuh perjalanan sekitar 3 KM ke sekolah untuk mengajar.
Bahkan sejak kemarin, Kamis (16/01/2025), dia jatuh sakit. “Saya hanya beraktifitas di dalam rumah, Mas,” katanya lirih, sembari sesekali terbatuk, Jumat (17/01/2025).
Di tengah segala keterbatasan dan penderitaan yang dialami, Pak Nurdin berharap kejadian serupa tidak lagi menimpa dirinya maupun guru-guru lain yang mengabdikan diri dalam dunia pendidikan.
“Semoga pelaku bisa sadar dan berubah,” harapnya.
Dia juga berharap pelaku dapat diproses sesuai hukum yang berlaku, agar keadilan tetap ditegakkan. (Al/Red)