SUMENEP, 29 Maret (Selaksa) – Sore itu, udara di Sumenep terasa lebih hangat dari biasanya. Di sebuah kedai kopi kecil di sudut kota, beberapa anak muda sibuk menyusun tumpukan paket sembako. Sesekali terdengar suara tawa, tapi lebih banyak percakapan serius tentang sasaran bantuan yang akan mereka berikan.
Ya, para anak muda itu adalah anggota Taretan Ngopi, komunitas pecinta kopi yang sejak enam tahun terakhir konsisten berbagi dengan kaum dhuafa dan anak yatim.
Komunitas ini lahir di tengah pandemi Covid-19 pada 2019. Kala itu, warung-warung kopi di Sumenep menjadi saksi bisu kegelisahan para pemuda yang melihat dampak sosial pandemi. Banyak orang kehilangan pekerjaan, harga kebutuhan pokok melonjak, dan masyarakat kecil makin sulit bertahan.
Dari obrolan santai di meja kopi, muncul gagasan untuk turun tangan. “Awalnya kami hanya berbagi nasi bungkus kepada masyarakat yang terdampak,” kata Ketua Taretan Ngopi, Ainol Mustajab, Sabtu, 29 Maret 2025.
Kali ini, di momentum Ramadan 1446 H, mereka menyalurkan 50 paket sembako dan uang tunai Rp150 ribu untuk kaum dhuafa. Sementara anak yatim menerima uang tunai Rp300 ribu dan tiga kilogram beras.
Tak hanya itu, komunitas ini juga menyisihkan donasi untuk Musala Darut Thayyibin di Dusun Temor Leke, Desa Saroka, Kecamatan Saronggi.
“Kami ingin berbagi tak hanya dengan individu, tapi juga tempat ibadah yang menjadi pusat aktivitas masyarakat,” ujar Ainol.
Sejak terbentuk, Taretan Ngopi mendapat dukungan dari berbagai pihak. Donasi datang dari individu maupun komunitas lain yang tergerak oleh aksi mereka.
“Bantuan yang kami terima beragam, ada uang, beras, hingga nasi kotak. Semua itu kami salurkan kembali kepada mereka yang membutuhkan,” ujar Ainol, lebih lanjut.
Yang membuat komunitas ini bertahan bukan hanya bantuan materi, tetapi juga semangat kolektif para anggotanya.
Setelah enam tahun berjalan, Taretan Ngopi tetap memegang prinsipnya: berbagi dalam kesederhanaan. “Kami ingin tetap menjadi jembatan bagi siapa pun yang ingin membantu sesama,” tutup Ainol. (Ris/Red)