SUMENEP (Selaksa) – Sejak Januari hingga Agustus 2025, jumlah penderita di Sumenep mencapai 1.944 kasus. Dari jumlah itu, sebanyak 12 anak meninggal dunia.
Kondisi ini membuat Sumenep saat ini berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak. Status tersebut ditetapkan agar penanganan bisa dilakukan secara cepat dan terkoordinasi.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes P2KB Sumenep, Achmad Syamsuri, menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya kasus campak.
Pertama, imbas pandemi Covid-19. Saat itu, kegiatan Posyandu di desa-desa tak maksimal untuk menghindari kerumunan. Akibatnya, banyak anak yang seharusnya mendapat imunisasi campak justru terlewat.
“Saat itu pelaksanaan Posyandu di desa-desa diminimalisir. Sehingga sasaran imunisasi bisa lolos (tidak terimunisasi),” jelasnya, Rabu, 20 Agustus 2025.
Selain itu, faktor cuaca juga turut berpengaruh. Menurutnya, cuaca yang tidak menentu karena kemarau basah, menyebabkan daya tahan tubuh anak lebih rentan terserang campak.
“Virus campak ini mudah sekali menular. Tapi oleh sebagian masyarakat Sumenep dianggap sebagai penyakit yang biasa. Padahal akibatnya bisa fatal, apalagi jika disertai komplikasi,” tambahnya. (Al/Red)